Pengantar Surat Gugatan Putusan MK

Nomor : 203/MM LT/III/1433
Lamp. : MENGGUGAT PUTUSAN MK
Hal : Pengantar

Kepada :
Ketua Mahkamah Konstitusi
Prof. Dr. Mahfud MD
Di Jakarta

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt, shalawat dan salam teruntuk junjungan Nabi Muhammad Saw, ahli keluarga, shahabat dan pengikut risalah beliau hingga akhir nanti.

Keputusan MK tentang perubahan UU No. 1 tentang Perkawinan Pasal 43 ayat (1) menurut Majelis Mujahidin telah menodai keyakinan umat beragama di Indonesia. Tidak ada satupun agama yang menyatakan bahwa anak hasil hubungan diluar pernikahan seperti zina, kumpul kebo atau samen leven mempunyai kedudukan keperdataan yang sama dengan anak hasil pernikahan.

Disamping itu kebebasan melaksanakan Syari’at agama yang dijamin dan dilindungi UUD 45 Pasal 29 ayat (1) dan (2) telah direduksi oleh keputusan MK tersebut. Bahkan dampak buruk keputusan ini, dapat memfasilitasi kebejatan moral, prostitusi, wanita simpanan, pasangan selingkuh. Jika hamil dan melahirkan anak, mereka tidak perlu khawatir karena hak perdata mereka dilindungi oleh keputusan MK ini. Sementara itu ahli waris pihak laki-laki pelaku hubungan seks di luar nikah akan terzalimi karena hak-haknya terampas disebabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan.

Keputusan Mahkamah Konstitusi ini memang revolusioner, dalam hal melindungi kebejatan moral. Lalu untuk kepentingan siapa sesungguhnya adanya UU seperti ini? Majelis Mujahidin menilai MK tidak cermat lagi memberikan keputusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat beragama, dan lebih condong kepada paham sekularisasi hukum tanpa meminta pendapat dan saran para ahli dalam bidang agama Islam khususnya.

Untuk itu, sebagai kewajiban warga masyarakat untuk menyatakan kebenaran itu adalah benar dan kebatilan itu adalah batil, maka Majelis Mujahidin menyampaikan pernyataan sikap yang jelas, tegas dan bernas. Semoga para hakim MK dapat mempertimbangkan kembali keputusan yang telah diambil. Jika tidak, maka Majelis Mujahidin akan menjadi garda terdepan bersama komponen-komponen masyarakat yang lain untuk melawan setiap anasir yang merongrong prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, dan merusak tatanan keluarga serta tatanan sosial kemasyarakatan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jogjakarta, 7 Rabi’ul Akhir 1433 H/ 29 Februari 2012

Amir Majelis Mujahidin

Al-Ustadz Muhammad Thalib

—————————————————————–

MAJELIS MUJAHIDIN MENGGUGAT : KEKAFIRAN BERPIKIR DALAM KEPUTUSAN MK TENTANG ANAK ZINA MEMILIKI HAK PERDATA TERHADAP AYAH BIOLOGISNYA

Pada tanggal 17 Februari 2012, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiel atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mahkamah Konstitusi beranggapan, bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan, “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” bertentangan dengan UUD ‘45.

Menurut MK Pasal 43 ayat (1) tersebut seharusnya berbunyi: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan lakilaki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

Ketua MK Prof. Dr. Mahfud MD menyatakan keputusan ini sebagai sebuah keputusan penting dan revolusioner. “Sejak Keputusan MK ini di ketok pada Jumat pagi, 17 Februari 2012, semua anak yang lahir di luar perkawinan resmi, mempunyai hubungan darah dan perdata dengan ayah mereka,” tegasnya.

Apabila yang dimaksud dengan, “anak yang lahir di luar pernikahan resmi” adalah termasuk kawin siri, perselingkuhan, dan hidup bersama tanpa ikatan pernikahan atau samen leven. Maka keputusan MK dan pernyataan Ketua MK tersebut merupakan kekafiran berfikir yang lahir dari akal sesat, bukan akal sehatSelain itu, keputusan MK ini telah melanggar ketentuan Syariat Islam, melanggar ketentuan agama-agama di Indonesia, serta bertentangan dengan UUD 45 Ps. 29 ayat (1) dan (2).

Oleh karena Majelis Mujahidin menggugat keputusan Mahkamah Konstitusi dan menyatakan bahwa:

  1. Keputusan MK merubah bunyi Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan 1974 di atas telah melecehkan ajaran Agama dan prinsip Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sebab, UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) dibuat justru sebagai salah satu implementasi dan pengejawantahan dari Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 45.
  2. Para Hakim MK telah diperalat oleh misi dan kepentingan tertentu, sehingga melahirkan keputusan hukum yang bertentangan dengan ajaran agama dan UUD 1945. yang hendak melestarikan Budaya Jahiliyah, dimana anak hasil perzinahan dan perselingkuhan disetarakan dengan anak yang sah hasil dari perkawinan. Tidak ada satu agamapun di Indonesia yang menyatakan bahwa anak yang lahir dari perzinahan memiliki hak keperdataan. yang setara dengan anak yang lahir dari perkawinan yang sah. Lalu untuk kepentingan siapa adanya UU ini?
  3. Bangsa Indonesia menganut prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Apakah perbuatan zina, prostitusi, dan kumpul kebo itu merupakan simbul dari budaya dan prilaku manusia beradab sehingga disamakan dengan sebuah prosesi pernikahan yang diatur oleh Agama? Bagaimana MK mengantisipasi tuntutan para gundik, perempuan selingkuhan yang menuntut diakui eksistensi dan hak perdatanya sehingga mengintervensi hak istri yang sah?
  4. Mendesak Pemerintah (Presiden) agar menolak keputusan MK ini dan tidak memasukkannya ke dalam Lembaran Negara, karena bertentangan dengan ajaran agama, nilai luhur serta moralitas bangsa-bangsa beradab.
  5. Keputusan MK ini terkesan misterius, karena itu MK harus berani mempertanggungjawabkannya dalam suatu debat publik, sebelum dimasukkan dalam lembaran negara.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka Majelis Mujahidin menolak keras Keputusan MK yang mengamandemen UU Perkawinan tahun 1974 Pasal 43 ayat (1); dan menuntut MK supaya mencabut keputusan sesat dan menyesatkan itu.

Apabila Mahkamah Konstitusi tidak mencabut keputusan tersebut berarti Mahkamah Konstitusi telah menjadi legislator adanya Perzinahan di Indonesia. Dengan demikian hakim-hakim MK yang memutuskan perkara ini telah memosisikan dirinya, baik sadar ataupun tidak, sebagai orang-orang kafir yang menentang Allah dan Rasul-Nya.

Orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta mereka yang menentang perintah Rasulsetelah datang kepada mereka petunjuk yang jelas kebenarannya, mereka tidak dapat merugikanAllah sedikitpun. Allah akan menjadikan semua hasil usaha mereka sia-sia di akherat kelak (Qs. Muhammad 47:32).

Demikianlah sikap dan pernyataan Majelis Mujahidin, semoga Allah Swt berkenan menunjuki para hakim MK untuk kembali pada sikap yang benar selaras dengan ajaran agama dan konstitusi negara yang beradab.

Jogjakarta, 7 Rabi’ul Akhir 1433 H/ 29 Februari 2012 M

Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin