Segera Miliki Karya Monumental : Al-Qur’an Tarjamah Tafsiriyah
07 Selasa Feb 2012
Posted Kabar QTT
in07 Selasa Feb 2012
Posted Kabar QTT
in03 Jumat Feb 2012
Posted Kabar QTT
inبسم الله الرحمن الرحيم
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3
Tarjamah Harfiyah :
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Tarjamah Tafsiriyah :
Dengan nama Allah Yang Mahaluas dan kekal belas kasih-Nya kepada orang mukmin lagi Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya.
02 Kamis Feb 2012
Posted Kabar QTT
inTag
Ikhtiar Pemerintah Republik Indonesia untuk mengenalkan Al-Qur’an yang berbahasa Arab kepada masyarakat Indonesia, melalui terjemahan berbahasa Indonesia, tentulah dimaksudkan untuk kebaikan dan kemaslahatan. Supaya umat Islam, terutama mereka yang belum menguasai bahasa Arab, dapat memahami dan mengamalkan Kitab Sucinya dengan benar.
Namun, sejak terbit perdana hingga terbitan edisi revisi Al-Qur’an dan Terjemahnya yang dikeluarkan oleh Kemenag ini, ternyata terjemahannya mengandung banyak kesalahan prinsipil dan substansial. Fakta adanya revisi memang membuktikan adanya kesalahan terjemah yang harus dikoreksi dan diluruskan. Hanya saja, tim revisionis Kemenag belum mau bersikap fair, mengakui adanya kesalahan, melainkan menganggap sekadar beda tafsir dan beda sudut pandang saja. Padahal, kesalahan tarjamah harfiyah, sebagaimana ditunjukkan dalam Buku Koreksi Tarjamah Harfiyah Al-Qur’an Kemenag RI, sangat fatal dan tidak ada kaitannya dengan perbedaan tafsir maupun sudut pandang. Kesalahan terjemah ini mustahil ditolerir, baik ditinjau dari segi akidah, syari’ah, mu’amalah, logika, maupun tata bahasa Arab.
Kesalahan terjemah Al-Qur’an versi Kemenag RI, terutama disebabkan oleh kesalahan memilih metode terjemah, dimana, metode terjemah Al-Qur’an yang dikenal selama ini ada dua macam, yaitu tarjamah harfiyah dan tarjamah tafsiriyah.
Dalam pengantar cetakan pertama Al-Qur’an dan Terjemahnya, 17 Agustus 1965, Dewan Penerjemah Depag RI menyatakan bahwa terjemah dilakukan secara harfiyah (leterliyk). “Terjemahan dilakukan se-leterlijk (seharfiyah) mungkin. Apabila dengan cara demikian terjemahan tidak dimengerti, maka baru dicari jalan lain untuk dapat difahami dengan menambah kata-kata dalam kurung atau diberi not.”
Merujuk Fatwa Ulama Jami’ah Al-Azhar Mesir, yang dikeluarkan tahun 1936 dan diperbarui lagi tahun 1960, Terjemah Al-Qur’an secara harfiyah hukumnya haram. Demikian pula yang difatwakan oleh Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi No. 63947 tanggal 19 Jumadil ‘Ula 1426 H atau 26 Juni 2005.
Dalam fatwa tersebut juga ditegaskan bahwa terjemah Al-Qur’an yang dibenarkan adalah terjemah tafsiriyah. Dinyatakan haram karena bobot kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan secara syar’iyah maupun ilmiah, sehingga dikhawatirkan menyesatkan serta mengambangkan aqidah kaum Muslim.
Fatwa haram tarjamah harfiyah Al-Qur’an ke dalam bahasa ‘Ajam (non Arab), juga dikeluarkan oleh Dewan Ulama 7 negara di Timur Tengah. Yaitu, Jami’ah Al-Azhar, Kairo, Dewan Fatwa Ulama Saudi Arabia, Universitas Rabat Maroko, Jami’ah Jordania, Jami’ah Palestina, Dr. Muhammad Husein Adz-Dzahabi dan Syekh Ali Ash-Shabuni. Kesemuanya sepakat menyatakan, “bahwa terjemah Al-Qur’an yang dibenarkan adalah tarjamah tafsiriyah, sedangkan tarjamah harfiyah terlarang atau tidak sah.”
Lantas, apakah perbedaan antara tafsir dan tarjamah tafsiriyah? Adapun tafsir, adalah menjelaskan Al-Qur’an yang berbahasa Arab dengan bahasa Arab juga. Dalam menafsirkan Al-Qur’an perlu memperhatikan kaídah-kaidah yang berlaku, yang dikenal dengan istilah tafsir bil ma’tsur sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hayyan dalam tafsir Al-Bahru Al-Muhith.
Sedangkan tarjamah tafsiriyah, maksudnya menerjemahkan makna ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam bahasa lain dengan menggunakan pola-pola bahasa terjemahan. Sehingga, sangat penting untuk memperhatikan semua kaidah dalam menafsirkan Al-Qur’an, dan mengetahui perbedaan pola kalimat serta konstruksi bahasa Arab dan bahasa terjemahannya, semisal struktur (tata bahasa), tasrif (morfologi/perubahan kata), rasa bahasa, logika bahasa, lingkungan bahasa, latar belakang bahasa, kadar intelektual bahasa, budaya bahasa.
Dalam menyusun tarjamah tafsiriyah ini, Al-Ustadz Muhammad Thalib menggunakan sekurang-kurangnya 16 rujukan kitab-kitab tafsir salaf, diantaranya: Tafsir At-Thabari, Tafsir Bahrul ‘Ulum oleh Imam Samarqandi, Tafsir Ad-Durrul Mantsur oleh Imam Suyuthi, Tafsir Al-Kasyf oleh Ats-Tsa’labi, Tafsir Al-Qur’anil ‘Adhim oleh Ibnu Katsir, Tafsir Ma’alimut Tanzil oleh Al-Baghawi, Tafsir Al-Muharraq Al-Wajiz oleh Ibnu ‘Athiyyah, Tafsir Al-Jawaahirul Hissaanu oleh Ats-Tsa’labi, Tafsir Al-Muntakhab oleh Kementerian Waqaf Mesir, Tafsir Al-Misbah Al-Munir oleh Tim Ulama India, At-Tafsir Al-Wajiz oleh Dr. Wahbah Zuhaili, dan sebagainya.
Tidak kalah pentingnya, koreksi atas kesalahan tarjamah harfiyah Al-Qur’an Kemenag juga dilakukan dengan memperhatikan karakter serta misi Al-Qur’an. Karakteristik Al-Qur’an yang dimaksud meliputi: jelasnya makna setiap ayat, kerincian penjelasan, ketegasan dan kemudahan dalam memaknai makna ayat, kesederhanaan pemilihan kata-kata, penyampaian yang ringkas dengan perumpamaan yang sempurna, Isinya mudah diterima akal, kandungan ayatnya mencerahkan akal dan hati, serta penyajian satu masalah dengan pola kalimat yang berbeda-beda guna memantapkan makna dan pemahaman.
Adapun misi Al-Qur’an antara lain: menjadi petunjuk ke jalan yang benar, membedakan yang hak dari yang batil, memberikan rahmat dan barakah, menjelaskan hal-hal ghaib dengan tegas, menegaskan keesaan Allah dan membatalkan syirik, dan membuka cakrawala pengetahuan.
Oleh karena itu, dalam menilai kesalahan terjemah Al-Qur’an versi Kemenag, digunakan parameter yang ilmiah dan obyektif. Apakah hasil terjemah itu menyalahi aqidah salaf, menyalahi kaidah logika, menyalahi struktur bahasa Arab? Juga, apakah terjemah bertentangan dari maksud ayat, atau menggiring maksud ayat ke arah yang menyimpang dari syari’at Islam?
Koreksi terjemah ini juga ditinjau dari 8 aspek: tata bahasa Indonesia, logika bahasa Indonesia, sastera Arab, latar belakang turunnya ayat, maksud ayat, aqidah, syari’ah, mu’amalah (sosial dan ekonomi). Untuk memastikan kesalahan terjemah, merujuk pula pada maksud ayat dalam bahasa Arabnya, sehingga memudahkan untuk mengoreksi serta menemukan kesalahan terjemahannya.
Berdasarkan kaidah-kaidah dan parameter inilah, maka ditemukan sebanyak 3229 kesalahan terjemah dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya. Dan seluruh terjemah Al-Qur’an yang beredar di Indonesia, yang merujuk pada terjemah Al-Qur’an versi Kemenag, secara otomatis mengandung kesalahan yang sama. Jumlah kesalahan sebanyak ini, bukan mengada-ada, melainkan berpedoman pada perhitungan salah terjemah dalam setiap ayat, bukan kesalahan per kata yang terdapat pada setiap ayat. Jika dihitung berdasarkan kesalahan per kata atau kalimat bahasa Indonesia, niscaya akan ditemukan berlipat-lipat jumlah kesalahannya.
Maka tidak berlebihan bila tarjamah harfiyah Al-Qur’an Kemenag ini –tanpa bermaksud mengadili- dapat dinilai sebagai tindakan merubah ayat Al-Qur’an dari maksud sebenarnya yang dapat menyimpangkan manusia dari jalan Allah.
Selain kontroversi terjemah Al-Qur’an yang sudah ada, sejak Februari 2010 Kemenag menerbitkan lagi terjemahan baru Al-Qur’an yang membawa misi menyesatkan: deradikalisasi Al-Qur’an. Revisi terjemah Qur’an versi terbaru, yang diterbitkan Kemenag, mengindikasikan bukan saja upaya deradikalisasi, melainkan juga deislamisasi (pendangkalan aqidah Islam) dengan lisan dan tulisan melalui terjemah Qur’an tersebut. Dengan menggunakan metode tarjamah harfiyah yang telah diharamkan oleh para ulama, sebagaimana dipaparkan di atas, hasilnya terbukti sesat dan menyesatkan.
28 Sabtu Jan 2012
Posted Kabar QTT
inSilahkan klik disini untuk alamat pemesanan.
27 Jumat Jan 2012
Posted Kabar QTT
inPADA 24 Januari 2012 Silaturahmi tim penerbitan QTT Shabbarin Syakur, Razuan dan Abu Malik dengan Rektor UIA Jakarta (Universitas Islam Asya-Syafiiyah) Prof. Dr. Hj. Tutty Alawiyah, AS, MA beserta jajarannya di Kampus UIA Jatiwaringin No. 12 Pondok Gede Jakarta Timur, 17411.
Prof. Dr. Tutty Alawiyah menyambut gembira kehadiran Tarjamah Tafsiriyah Al-Qur’an karya Al-Ustadz Muhammad Thalib beserta koreksi Tarjamah Harfiyah Depag RI. Perbaikan terjemah Al-Qur’an adalah persoalan umat, sudah semestinya seluruh potensi yang berkemampuan membicarakannya dan memberikan kontribusinya.
Setelah Universitas Islam Indonesia cq Ketua CLDS UII Prof. Dr. Jawahir Tontowy menyambut upaya perbaikan metodologi penerjemahan Al-Qur’an dengan menggelar Seminar “Metodologi Penerjemahan Al-Qur’an Secara Harfiyah dan Tafsiriyah” di Jogjakarta, insya Allah UIA bersedia menjadi tuan rumah Seminar Nasional maupun Internasional berkenaan dengan metodologi penerjemahan Al-Quran ke dalam bahasa non-Arab secara baik, benar dan tepat, menjadikan karya monumental Al-Ustadz Muhammad Thalib “Tarjamah Tafsiriyah Al-Qur’an” sebagai masterpiece.
25 Januari 2012, bertempat di Gedung Dewan Dakwah Islam Indonesia, tim penerbitan QTT bersilaturahmi dengan Ketua DDII Pusat KH. Syuhada Bahri, beliau memberikan apresiasi sangat positif dan bergembira dengan adanya QTT setelah hampir setengah abad umat Islam Indonesia tidak memiliki terjemah Al-Qur’an yang benar dan representatif sesuai dengan metodologi ilmiah syar’iyyah. Semoga dengan adanya QTT karya Al-Ustadz Muhammad Thalib yang dipublikasikan oleh Majelis Mujahidin ini menjadi amal jariyah beliau beserta teman-teman yang terlibat didalam penyiapan dan penerbitannya.
Persoalan yang sangat esensial ini harus terus-menerus diperjuangkan karena banyak diantara umat Islam yang belum bisa membaca Al-Qur’an. Mereka sangat memerlukan tarjamah Al-Qur’an yang baik, mudah dimengerti dan tepat mengungkap makna ayat Al-Qur’an. Beliau mengharapkan Kemenag secara terbuka mau menerima koreksi Majelis Mujahidin dan tidak ada salahnya apabila Kemenag memberitahukan hal ini ke masyarakat apalagi diikuti dengan langkah kongkrit menarik Tarjamah Harfiyah Depag yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan beliaupun menyediakan diri beramal shalih mensosialisasikannya. Allahu Akbar!!!
27 Jumat Jan 2012
Posted News
inMinggu, 15 Januari 2012 15:49 WIB
Sejumlah elemen yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) saat akan membubarkan kegiatan pengajian yang dilakukan kelompok Ahmadiyah di Yogyakarta, Jumat (13/1). FUI meminta aparat keamanan membubarkan segala kegiatan Ahmadiyah. (FOTO ANTARA/Regina Safri)
Yogyakarta (ANTARA News) – Seluruh aktivitas gerakan Ahmadiyah di Yogyakarta akan terus diawasi secara ketat Majelis Ulama Indonesia DIY untuk mengantisipasi agar kejadian pada Jumat (13/1) tidak kembali terulang.
“Kami akan terus mengawasi seluruh aktivitas dari GAI maupun dari Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI),” kata Ketua MUI DIY, Thoha Abdurahman, di Yogyakarta, Minggu.
Pada Jumat (13/1), ratusan orang yang mengatasnamakan Front Umat Islam mendatangi komplek SMK Piri Yogyakarta dengan tujuan membubarkan kegiatan pengajian yang digelar oleh Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).
Menurut dia, MUI DIY tidak mendapatkan laporan kegiatan pengajian GAI di komplek sekolah Piri tersebut, padahal sudah ada kesepakatan bahwa seluruh aktivitas harus dilaporkan kepada MUI.
Ia menambahkan, selain akan memperketat pengawasan terhadap gerakan Ahmadiyah di wilayah tersebut, pihaknya juga akan melakukan pengecekan terhadap kurikulum di sekolah tersebut.
“Kami akan cek materi pendidikannya. Jika memang melanggar kesepakatan, maka segera kami ambil tindakan tegas,” katanya.
Kesepakatan tersebut adalah, gerakan Ahmadiyah tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, tetapi hanya sebagai pembaharu dan mempercayai bahwa nabi terakhir adalah Muhammad SAW.
Sementara itu, Wakil Ketua GAI Muslich Zainal Asikin mengatakan, kegiatan di SMK Piri tersebut merupakan pengajian rutin tahunan yang diikuti perwakilan gerakan tersebut dari seluruh Indonesia.
“Kami adalah aliran Lahore yang mempercayai Muhammad sebagai nabi terakhir,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB) Sidiq Pramono mengatakan, gerakan Ahmadiyah Lahore adalah gerakan yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi.
“Sebelumnya, tidak pernah ada masalah dari gerakan Ahmadiyah Lahore di Yogyakarta. Bahkan Piri pernah menjadi sekretariat bersama antar jamaah di Yogyakarta,” katanya. (E013)
Editor: Ade Marboen
(Sumber : AnataraNews.com)
27 Jumat Jan 2012
Posted News
inRabu, 25 Januari 2012 , 21:11:00
JAKARTA – Menteri Agama, Suryadharma Ali (SDA) menyatakan menurut sejumlah literatur yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama, MUI dan Majelis Mujahidin Indonesia, golongan Syiah tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sejumlah literatur tentang Syiah itu, menurut SDA, tentunya akan dijadikan pedoman oleh Kementerian Agama dalam menyikapi Syiah.
“Kementerian akan berpegang pada keputusan yang lama, yakni Surat Edaran Kementerian Agama (Kemenag) Nomor D/BA.01/4865/1983, tanggal 5 Desember 1983, mengenai golongan Syiah, yang menyatakan bahwa golongan Syiah tidak sesuai dengan ajaran Islam,” kata SDA, usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (25/01).
Selain berpegang pada SE Kemenag tertanggal Desember 1983, SDA juga mempedomi hasil rapat kerja nasional (Rakernas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 7 Maret 1984 di Jakarta. “Rakernas MUI saat itu merekomendasikan agar umat Islam waspada terhadap menyusupnya paham Syiah.”
Demikian juga halnya dengan Surat Keputusan PBNU dengan Nomor 724/A.II.03/10/1997 pada 14 Oktober 1997, ditandatangani oleh KH M Ilyas Ruhiyat dan Khatib Aam KH M Dawam Anwar.
Lebih lanjut, SDA juga merujuk pada keputusan ormas Islam seperti Majelis Mujahidin Indonesia yang menyebutkan 17 kekeliruan paham syiah. Salah satunya soal jumlah ayat dalam Al-quran. “Menurut paham Syiah ada 17 ribu ayat, bukan 6.666 ayat,” katanya.
Dalam keputusannya, Majelis Mujahidin menyebutkan bahwa Syiah bukan dari golongan Islam. “Siapa saja yang tidak menganggap Syiah sesat berarti dia sesat. Begitu bunyi keputusan Majelis Mujahidin yang dikutip oleh Kementerian Agama,” imbuh SDA.
“Sungguhpun demikian, Kementerian Agama juga akan mengambil inisiatif mengumpulkan seluruh informasi dulu,” tegas Ketua Umum Partai PPP itu. (fas/jpnn)
(Sumber : JPNN.Com)
27 Jumat Jan 2012
Posted News
inINILAH.COM, Bukittinggi — Ketua Front Pembela Islam (FPI) Provinsi Riau, Zul Huzni Domo Datuak Bagindo Sati, bersama sejumlah rombongan melakukan muhibah atau kunjungan ke Markaz Lajnah Pimpinan Daerah (LPD) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Bukittinggi, Minggu (15/1).
Kunjungan yang dilakukan FPI Provinsi Riau ke Markaz MMI Bukittinggi, selain untuk bersilaturahim sesama saudara kandung yang fokus dalam penegakan amar makruf nahi mungkar di Indonesia, FPI Provinsi Riau juga membawa mandat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FPI, untuk pembentukan cabang FPI Provinsi Sumbar yang direncanakan berpusat di kota Jam Gadang itu.
Dalam mandat FPI Provinsi Sumbar tersebut, jabatan ketua atau amir, diamanahkan kepada Abu Ja’far yang saat ini menjabat ketua bidang di salah satu departeman dalam MMI Kota Bukittinggi.
Kedatangan Ketua FPI Provinsi Riau dan rombongan disambut hangat Ketua MMI Bukittinggi Abu Zaki dan Abu Umar selaku komandan laskar MMI Bukittinggi serta puluhan anggota MMI lainnya di Markaz MMI di jalan Perintis Kemerdekaan.
Dalam pidatonya, Ketua FPI Provinsi Riau Zul Huzni Domo Datuak Bagindo Sati mengatakan, dalam penegakan amar makruf nahi mungkar, organisasi FPI bukanlah organisasi beraliran keras seperti yang sering ditayangkan media massa. Karena setiap aksi yang dilakukan FPI ke lapangan dalam memberantas maksiat selalu melalui empat prosedur hukum.
Pertama, seluruh tindakan yang dilakukan harus ada surat masuk atau laporan masyarakat secara tertulis ke FPI untuk menumpas sebuah kemaksiatan yang meresahkan umat. Kedua, setelah surat masyarakat diterima, FPI melaporkan hal itu kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini pemerintah dan polisi.
Ketiga, surat yang sama juga dilayangkan kepada pengusaha atau aparat yang membeking kemaksiatan dimaksud. Keempat, jika tiga prosedur diatas tak diindahkan, maka FPI langsung turun ke lapangan untuk menumpasnya sendiri serta dengan cara FPI sendiri.
“Jadi, selama ini media hanya memberitakan aksi kekerasan FPI saja. Tapi prosedur yang telah kami lalui tak pernah di publikasikan. Sehingga ada segolongan orang yang menganggap kami brutal. Padahal tidak sama sekali. Apa yang kami lakukan adalah perintah Allah dalam menegakan amar ma’ruf nahi mungkar dan permintaan masyarakat yang resah dengan kemaksiatan disekeliling mereka,” tegas Zul Huzni menjelaskan sekelumit tentang perjuangan FPI selama ini.
Ketua MMI Bukittinggi Abu Zaki didampingi komandan laskarnya Abu Umar mengatakan, apa yang dilakukan FPI sama persis dengan apa yang dilakukan MMI dalam penegakan syariat. Tapi bendera dan nama organisasi saja yang berbeda.
Abu Zaki menceritakan, baru-baru ini atas laporan dan permintaan masyarakat, MMI bersama MUI Bukittinggi melakukan aksi damai dan tausyiah ke bar hotel Pusako yang di dalamnya diduga sarat dengan aksi maksiat.
“Kota Bukittinggi ini adalah kota wisata. Dan tidak bisa tidak, aksi maksiat terselubung banyak terjadi di Bukittinggi. Maka kami bertindak sesuai dengan permintaan masyarakat,” katanya. [mor]
(Sumber : Inilah.com)
27 Jumat Jan 2012
Posted News
inMenteri Agama Suryadharma Ali–ANTARA/Prasetyo Utomo/rj
JAKARTA–MICOM: Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa aliran Syiah bertentangan dengan ajaran Islam. Pernyataan tersebut berdasarkan keputusan Kementerian Agama dan MUI yang menyatakan bahwa Syiah bukanlah Islam.
Suryadharma menjadikan beberapa keputusan dalam mengambil keputusan tersebut. Salah satunya adalah hasil Rakernas MUI pada 7 Maret 1984 di Jakarta yang merekomendasikan umat Islam Indonesia agar waspada terhadap menyusupnya paham syiah dengan perbedaan pokok dari ajaran Ahli Sunna Waljamaah.
Kementerian Agama RI juga pernah mengeluarkan surat edaran no D/BA.01/4865/1983 pada 5 Desember 1983 tentang golongan syiah dan menyatakan bahwa syiah tidak sesuai dan bahkan bertentang dengan ajaran islam.
“Atas dasar itu, Majelis Mujahidin Indonesia menyatakan bahwa syiah bukan dari golongan islam. Siapa saja yang menganggap syiah tidak sesat berarti dia sesat,” kata Menag dalam siaran persnya, Rabu (25/1).
Suryadharma mengatakan setelah membuka dokumen-dokumen tersebut dirinya menemukan bahwa Syiah bukan Islam dan itulah yang menjadikan landasan pemerintah terkait kehadiran Syiah di Indonesia.
Sementara itu, langkah yang akan ditempuh untuk menyelesaikan masalah Syiah tersebut menurut Menag adalah dengan cara duduk bersama dan membicarakan secara musyawarah.
“Ya harus duduk bersama-sama. karena masing-masing punya alasan. Mungkin saya harus menimbang-nimbang dahulu dari ulama, baru saya memutuskan. Sejauh ini, saya masih berpegang kepada keputusan menag yang lalu,” tuturnya. (*/OL-12)
(Sumber : http://www.mediaindonesia.com)
25 Rabu Jan 2012
Posted Kabar QTT
inTag
Peluncuran Al Qur’anul Karim Tarjamah Tafsiriyah, menjadi sangat penting untuk mengenalkan pada masyarakat terutama para ulama, cendekiawan, tokoh masyarakat, dengan harapan dapat memberikan respons positif dan kritik yang konstruktif untuk perbaikan pada penerbitan yang akan datang.
Terbitnya karya monumental Al Qur’an Terjemah Tafsiriyah, disertai Buku Koreksi Tarjamah Harfiyah Al Qur’an Kemenag RI, sesungguhnya ikhtiyar meluruskan salah faham terhadap misi Al Qur’an disebabkan adanya salah terjemah ayat-ayat Al Qur’an. Koreksi dilakukan semata-mata untuk menjaga otentisitas makna dan kehormatan Al-Qur’an. Supaya tidak ternodai oleh penyimpangan tangan-tangan manusia, sebagaimana yang terjadi pada kitab suci agama lain.
Harapan penerbit, alangkah bijaksana sekiranya Departemen Agama berkenan memperbaiki terjemah Al-Qur’an berbahasa Indonesia; dan bersikap jujur untuk merespons koreksi dari Majelis Mujahidin. Demikian pula harapan kami, agar pemerintah berkenan meminta maaf pada rakyat Indonesia, karena telah menyebarkan tarjamah Al Qur’an dalam bahasa Indonesia, yang dicetak menggunakan uang Negara tetapi produksi mengandung banyak kesalahan fatal, sehingga merugikan citra Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. (Ust. Irfan S. Awwas)